DIBAWAH LINDUNGAN KA’BAH
HAMKA
Seorang
pemuda bernama Hamid, sejak berumur empat tahun telah ditinggal mati
ayahnya. Ayah Hamid mula-mula ialah seorang yang kaya. Karena itu banyak
sanak saudara dan sahabatnya. Tetapi setelah perniagaannya jatuh dan
menjadi melarat, tak ada lagi sanak saudara dan sahabatnya yang datang.
Karena sudah tak terpandang lagi oleh orang-orang sekitarnya itu, maka
pindahlah ayah Hamid beserta ibunya ke kota Padang, yang akhirnya
dibuatnya sebuah rumah kecil. Di tempat itulah ayah Hamid meninggal.
Tatkala
Hamid berumur enam tahun, untuk membantu ibunya ia minta kepada ibunya
agar dibuatkan jualan kue-kue untuk dijajakan setiap pagi.
Di
dekat rumah hamid terdapat sebuah gedung besar yang berpekarangan luas.
Rumah itu telah kosong karena pemiliknya, seorang Belanda, telah
kembali ke negerinya. Hanya penjaganya yang masih tinggal, yakni seorang
laki-laki tua yang bernama Pak Paiman. Tetapi tak lama kemudian, rumah
itu dibeli oleh seorang-orang kaya yang bernama Haji Jakfar. Isterinya
bernama Mak Asiah dan anaknya hanya seorang perempuan saja yang bernama
Zainab.
Setiap
hari Hamid dipanggil oleh Mak Asiah karena hendak membeli makanan yang
dijualnya itu. Pad awaktu itu juga ia ditanya oleh Mak Asiah tentang
orang tuany6a dan tempat tinggalnya. Setelah Hamid menjawab pertanyaan
itu, Mak Asiah pun meminta kepada Hamid agar ibunya datang ke rumahnya.
Sejak kedatangan ibu Hamid ke rumah Mak Asiah itulah, maka persahabatan
mereka itu menjadi karib dan Hamid beserta ibunya sudah dianggap sebagai
keluarganya sendiri.
Ketika
Hamid berumur tujuh tahun, ia pun atas biaya Haji Jakfar yang baik hati
itu disekolahkan bersama-sama anaknya, Zainab, yang umurnya lebih muda
daripada Hamid. Pergaulan Hamid dengan Zainab, seperti pergaulan antara
kakak dengan adik saja. Setelah tamat dari SD, Hamid dan Zainab pun
sama-sama dilanjutkan sekolahnya ke Mulo.
Setelah
keduanya tamat dari Mulo, barulah Hamid berpisah dengan Zainab, karena
menurut adat Zainab harus masuk pingitan, sedang Hamid yang masih
dibiayai oleh Haji Jakfar, meneruskan pelajaran ke sekolah agama di
Padangpanjang. Di sekolah itulah Hamid mempunyai seorang teman laki-laki
yang bernama Saleh.
Pada
suatu petang, tatkala Hamid pergi berjalan-jalan di pesisir, bertemulah
ia dengan Mak Asiah yang baru datang dari berziarah ke kubur suaminya.
Ia naik perahu sewaan bersama-sama dua orang perempuan tua lainnya. Pada
pertemuan itulah Mak Asiah mengharapkan kedatangan Hamid ke rumahnya
pada keesokan harinya, karena ada suatu hal penting yang hendak
dibicarakannya. Setelah Hamid datang pada keesokan harinya ke rumah Mak
Asiah, maka Hamid pun dimintai tolong oleh Mak Asiah agar ia mau
membujuk Zainab untuk bersedia dinikahkan dengan kemenakan Haji Jakfar
yang pada waktu itu masih bersekolah di Jawa. Tetapi permintaan itu
ditolak oleh Zainab dengan alasan ia belum lagi hendak menikah.
Penolakan
itu sebenarnya disebabkan Zainab sendiri telah jatuh cinta kepada
Hamid. Bagi Hamid sendiri, sebenarnya ia cinta kepada Zainab, hanya
cintanya itu tidak dinyatakan berterus terang kepada Zainab. Karena
itulah, sebenarnya suruhan Mak Asiah itu bertentangan dengan isi
hatinya. Tetapi karena ia telah berhutang budi kepada Mak Asiah, maka
dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kejadian itu Hamid pun pulang
ke rumahnya, tetapi sejak itu, ia tidak pernah lagi datang ke rumah Mak
Asiah, karena sejak itu ia meninggalkan kota Padang menuju Medan dan
selanjutnya pergi ke tanah Suci Mekah. Dari Medan Hamid berkirim surat
kepada Zainab untuk minta diri pergi menurutkan kemana arah kakinya
berjalan. Surat Hamid itulah yang selalu mendampingi Zainab yang dalam
kesepian itu.
0 komentar:
Posting Komentar