SENGSARA MEMBAWA NIKMAT
TULIS SUTAN SATI
Seorang
pemuda bernama Kacak, karena merasa Mamaknya adalah seorang Kepala Desa
yang dikuti, selalu bertingkah angkuh dan sombong. Dia suka ingin
menang sendiri. Kacak paling tidak senang melihat orang bahagia atau
yang melebihi dirinya. Kacak kurang disukai orang-orang kampungnya
karena sifatnya yang demikian. Beda dengan Midun, walaupun anak orang
miskin, namun sangat disukai oleh orang-orang kampungnya. Sebab Midun
mempunyai perangai yang baik, sopan, taat agama, ramah serta pintar
silat. Midun tidak sombong seperti Kacak.
Karena Midun banyak disukai orang,
maka
Kacak begitu iri dan dengki pada Midun. Kacak sangat benci pada Midun.
Sering dia mencari kesempatan untuk bisa mencelakakan Midun, namun tidak
pernah berhasil. Dia sering mencari gara-gara agar Midun marah padanya,
namun Midun tak pernah mau menanggapinya. Midun selalu menghindar
ketika diajak Kacak untuk berkelahi. Midun bukan takut kalah dalam
berkelahi dengan Kacak, karena dia tidak senang berkelahi saja. Ilmu
silat yang dia miliki dari hasil belajarnya pada Haji Abbas bukan untuk
dipergunakan berkelahi dan mencari musuh tapi untuk membela diri dan
mencari teman.
Suatu
hari istri Kacak terjatuh dalam sungai. Dia hampir lenyap dibawa arus.
Untung waktu itu Midun sedang berada dekat tempat kejadian itu. Midun
dengan sigap menolong istri Kacak itu. Istri Kacak selamat berkat
pertolongan Midun. Kacak malah balik menuduh Midun bahwa Midun hendak
memperkosa istrinya. Air susu dibalas dengan air tuba. Begitulah Kacak
berterima kasih pada Midun. Waktu itu Midun menanggapi tantangan itu.
Dalam perkelahian itu Midun yang menang. Karena kalah, Kacak menjadi
semakin marah pada Midun. Kacak melaporkan semuanya pada Tuanku Laras.
Kacak memfitnah Midun waktu itu, rupanya Tuanku Laras percaya dengan
tuduhan Kacak itu. Midun mendapat hukuman dari Tuanku Laras.
Midun
diganjar hukuman oleh Tuanku Laras, yaitu harus bekerja di rumah Tuanku
Laras tanpa mendapat gaji. Sedangkan orang yang ditugaskan oleh Tuanku
Laras untuk mengwasi Midun selama menjalani hukuman itu adalah Kacak.
Mendapat tugas itu, Kacak demikian bahagia. Kacak memanfaatkan untuk
menyiksa Midun. Hampir tiap hari Midun diperlakukan secara kasar.
Pukulan dan tendangan Kacak hampir tiap hari menghantam Midun. Juga
segala macam kata-kata hinaan dari Kacak tiap hari mampir di telinga
Midun. Namun semua perlakuan itu Midun terima dengan penuh kepasrahan.
Walaupun
Midun telah mendapat hukuman dari Mamaknya itu, namun Kacak rupanya
belum puas juga. Dia belum puas sebab Midun masih dengan bebas
berkeliaran di kampung utu. Dia tidak rela dan ikhlas kalau Midun masih
berada di kampung itu. Kalau Midun masih berada di kampung mereka, itu
berarti masih menjadi semacam penghalang utama bagi Kacak untuk bisa
berbuat seenaknya di kampung itu. Untuk itulah dia hendak melenyapkan
Midun dari kampung mereka untuk selama-lamanya.
Untuk
melaksanakan niatnya itu, Kacak membayar beberapa orang pembunuh
bayaran untuk melenyapkan Midun. Usaha untuk melenyapkan Midun itu
mereka laksanakan ketika di kampung itu diadakan suatu perlombaan kuda.
Sewaktu Midun dan Maun sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir
gelanggang pacuan kuda itu, orang-orang sewaan Kacak itu menyerang Midun
dengan sebelah Midun pisau.
Tapi
untung Midun berhasil mengelaknya. Namun perkelahian antar mereka tidak
bisa dihindari. Maka terjadilah keributan di dalam acar pacuan kuda
itu. Perkelahian itu berhenti ketika polisi datang. Midun dan Maun
langsung ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.
Setelah
diperiksa, Maun dibebaskan. Sedangkan Midun dinyatakan bersalah dan
wajib mendekam dalam penjara. Mendengar kabar itu, waduuh betapa
senangnya hati Kacak. Dengan Midun masuk penjara, maka dia bisa dengan
bebas berbuat di kampung itu tanpa ada orang yang berani menjadi
penghalangnya.
Selama
di penjara itu, Midun mengalami berbagai siksaan. Dia di siksa oleh
Para sipir penjara ataupun oleh Para tahanan yang ada dalam penjara itu.
Para tahanan itu baru tidak berani mengganggu Midun ketika Midun suatu
hari ber¬hasil mengalahkan si jago Para tahanan.
Karena
yang paling dianggap jago oleh Para tahanan itu kalah, mereka kemudian
pada takut dengan Midun. Midun sejak itu sangat dihormati oleh para
tahanan lainnya. Midun menjadi sahabat mereka.
Suatu
hari, ketika Midun sedang bertugas menyapu jalan, Midun Melihat seorang
wanita cantik sedang duduk duduk melamun di bawah pohon kenari. Ketika
gadis itu pergi, ternyata kalung yang dikenakan gadis itu tertinggal di
bawah pohon itu. Kalung itu kemudian dikembalikan oleh Midun ke rumah si
gadis. Betapa senang hati gadis itu. Gadis itu sampai jatuh hati sama
Midun. Midun juga temyata jatuh hati juga sama si gadis. Nama gadis itu
adalah Halimah.
Setelah
pertemuan itu, mereka berdua saling bertemu dekat jalan dulu itu.
Mereka saling cerita pengalaman hidup, Halimah bercerita bahwa dia
tinggal dengan seorang ayah tiri. Dia merasa tidak bebas tinggal dengan
ayah tirinya. Dia hendak pergi dari rumah. Dia sangat mengharapkan suatu
saat dia bisa tinggal dengan ayahnya yang waktu itu tinggal di Bogor.
Keluar
dari penjara, Midun membawa lari Halimah dari rumah ayah tirinya itu.
Usaha Midun itu dibantu oleh Pak Karto seorang sipir penjara yang baik
hati. Midun membawa Halimah ke Bogor ke rumah orang tua Halimah.
Ayah
Halimah orangnya baik. Dia sangat senang kalau Midun bersedia tinggal
bersama mereka. Kurang lebih dua bulan Midun bersama ayah Halimah. Midun
merasa tidak enak selama tinggal dengan keluarga Halimah itu hanya
tinggal makan minum saja. Dia mulai hendak mencari penghasilan. Dia
kemudian pergi ke Jakarta mencari kerja. Dalam Perjalanan ke Jakarta.
Midun berkenalan dengan saudagar kaya keturunan arab. Nama saudagar ini
sebenarnya seorang rentenir. Dengan tanpa pikiran yang jelek-jelek,
Midun mau menerima uang pinjaman Syehk itu.
Sesuai dengan saran Syehk itu, Midun membuka usaha dagang di Jakarta. Usaha Midun makin lama makin besar.
Usahanya
maju pesat. Melihat kemajuan usaha dagang yang dijalani Midun, rupanya
membuat Syehk Abdullah Al-Hadramut iri hati. Dia menagih hutangnya Midun
dengan jumlah yang jauh sekali dari jumlah pinjaman Midun. Tentu saja
Midun tidak bersedia membayarnya dengan jumlah yang berlipat lipat itu.
Setelah gagal mendesak Midun dengan cara demikian, rupanya Syehk menagih
dengan cara lain. Dia bersedia uangnya tidak di¬bayar atau dianggap
lunas, asal Midun bersedia menyerahkan Halimah untuk dia jadikan sebagai
istrinya. Jelas tawaran itu membuat Midun marah besar pada Syehk .
Halimah juga sangat marah pada Syehk.
Karena
gagal lagi akhirnya Syehk mengajukan Midun ke meja hijau. Midun diadili
dengan tuntutan hutang. Dalam persidangan itu Midun dinyatakan bersalah
oleh pihak pengadilan. Midun masuk penjara lagi.
Di
hari Midun bebas itu, Midun jalan jalan dulu ke Pasar Baru. Sampai di
pasar itu, tiba tiba Midun melihat suatu keributan. Ada seorang pribumi
sedang mengamuk menyerang seorang Sinyo Belanda. Tanpa pikir panjang
Midun yang suka menolong_orang itu, langsung menyelamatkan Si Sinyo
Belanda.itu. Sinyo Belanda itu sangat berterima kasih pada Midun yang
telah menyelamatkan nyawanya itu.
Oleh
Sinyo Belanda itu, Midun kemudian diperkenalkan kepada orang tua Sinyo
itu. Orang tua Sinyo Belanda itu ternyata seorang Kepala Komisaris, yang
dikenal sebagai Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ucapan terima kasihnya
pada Midun yang telah menyelamatkan anaknya itu, Midun langsung
diberinya pekerjaan. Pekerjaan Midun sebagai seorang juru Tulis.
Setelah mendapat pekerjaan itu, Midun pun melamar Halimah. Dan mereka pun menikah di Bogor di rumah orang tua Halimah.
Prestasi
kerja Midun begitu baik di mata pimpinannya. Midun kemudian diangkat
menjadi Kepala Mantri Polisi di Tanjung Priok. Dia langsung ditu¬gaskan
menumpas para penyeludup di Medan. Selama di Medan itu, Midun, bertemu
dengan adiknya, yaitu Manjau. Manjau bercerita banyak tentang kampung
halamannya. Midun begitu sedih rnendengar kabar keluarganya di kampung
yang hidup menderita. Oleh karena itu ketika dia pulang ke Jakarta,
Midun langsung minta ditugaskan di Kampung halamannya. Permintaan Midun
itu dipenuhi oleh pimpinannya.
Kepulangan
Midun ke kampung halamannya itu membuat Kacak sangat gelisah. Kacak
waktu itu sudah menjadi penghulu di kampung rnereka. Kacak menjadi
gelisah sebab dia takut perbuatannya yang telah menggelap¬kan kas negara
itu akan terbongkar. Dan dia yakin Midun akan berhasil rnembongkar
perbuatan jeleknya itu. Tidak, lama kemudian, memang Kacak ditangkap.
Dia terbukti telah menggelapkan uang kas negara yang ada di desa mereka.
Akibatnya Kacak masuk penjara atas perbuatannva itu.
Sedangkan Midun hidup berbahagia bersama istri dan seluruh keluarga¬nya di kampung.
0 komentar:
Posting Komentar